Tampilkan postingan dengan label Game Design. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Game Design. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 Oktober 2023

Mau Mendesain Game Edukasi? Hindari Kesalahan Ini

 Mengapa pemain mau memainkan gamemu? Karena game kami mendidik

Tidak jarang saya mendapatkan jawaban demikian ketika berhadapan dengan game developer junior yang membuat produk game edukasi. Jujur jawaban tersebut menggelitik karena dapat menimbulkan infinite loop jika saya kembali pada pertanyaan pertama saya.

Mengapa jawaban tersebut salah? Karena bermain game merupakan aktivitas yang seharusnya sukarela. Karena itu, game harus fun.

Photo by israel palacio on Unsplash

Apa Itu Fun

Definisi terkait Fun ini sangat banyak. Akan tetapi dalam konteks game, fun dapat merujuk pada bagian aesthetic dari MDA (Mechanic Dynamic Aesthetic) framework. Singkatnya aspek Fun itu dapat digolongkan menjadi 8 tipe: sensation, fantasy, narrative, challenge, fellowship, discovery, expression, dan submission. Selanjutnya untuk mengimplementasikan aspek aesthetic tersebut, didesainlah dynamic dan mechanic dari sebuah game.

Karena penjelasan terkait MDA ini sangat panjang, kamu bisa cek pada tulisan ini: https://en.wikipedia.org/wiki/MDA_framework

Setelah memahami konsep MDA, setidaknya pembuat game bisa terhindar dari kesalahan pertama: tidak dapat menjelaskan mengapa pemain mau memainkan gamemu.

Kesalahan kedua dalam mendesain game edukasi yaitu sekedar menempel unsur edukasi.

Bayangkan kamu sedang asik memainkan game RPG. Bagaimana perasaanmu ketika tiba-tiba bertemu dengan NPC yang memberikan soal ujian dalam bentuk pilihan ganda?

A. Kamu kaget

B. Kamu sebal

C. Kamu suka

Memang tidak ada salahnya untuk menyampaikan unsur edukasi dalam bentuk quiz. Akan tetapi hal tersebut menghilangkan potensi interaktivitas dari sebuah game. Unsur edukasi, sebaiknya terintegrasi dengan experience yang dibawakan oleh game tersebut.

Photo by Nguyen Dang Hoang Nhu on Unsplash

Kesalahan ketiga, yaitu membuat game untuk semua umur.

Karena bagaimanapun juga, kemampuan kognitif manusia dapat sangat berbeda untuk rentang usia-usia tertentu. Contohnya: anak usia SD kelas 1–2 belum lancar membaca, sementara anak usia SD kelas 5–6 sudah jauh lancar membaca. Hal ini pastinya perlu dipertimbangkan dalam mendesain sebuah game.

Kesalahan keempat, yaitu tidak menerapkan konsep game desain.

Konsep game design seperti MDA framework dan core loop sangat esensial dalam mendesain sebuah game. Baik itu game untuk keperluan entertainment maupun untuk keperluan edukasi.

Nah, demikian artikel singkat terkait kesalahan dalam mendesain game edukasi. Apakah kamu pernah menemukan contoh game edukasi yang asik dimainkan? Yuk comment di bawah!


Senin, 16 Oktober 2017

[Game Character Design & Scenario Writing] - Yoko Taro, The SEA Summit 2017

Q: How does Yoko Taro go about designing game characters?
A: There are 7 steps in sequence from the start to the end:
1) Budget - It is important to clarify this as it affects the scaling of story and content
2) Period - Any accurate or rough timeline given to create content, can affect number of characters and amount of interactions
3) Market - What is wanted from the market you're targeting? Platforms? Genres?
4) Balance - Gender, percentage of Males vs. Females. Number of characters, 3-5 is a good number he usually start or work with
5) Fans - If the game is a sequel, what do the fans want? You may go against their wishes and try something new
6) The Game - Gameplay Specifications, Motion Cost for your characters to integrate as content in the game
7) The Drama - World View & Characteristics, characters interact with other characters and environment
Sometimes along the way, timeline becomes constrained and things such as 1 character per level can shift content balance. Carefully split scenarios to capture sufficient content for individual characters.
For students learning character design, it is really important to know about the budget because when a real budget really occurs, creators often try too hard to merge multiple characters into 1 character (in Japan).
Q: Why does Yoko Taro always work with a dark story?
A: It was not a conscious decision at all. I think this is because I believe [Reality is just as dark]. This is proven from 2 traits...
Trait 01: Video Games are an imitation of the real world. For example, in classic Space Invaders with low quality graphics: Humans are able to perceive the black screen as "space" because there are alien sprites invading defending bases.
Trait 02: People (mostly) seek to kill in games. In a game where you kill enemies, there is no realistic possibility of a pleasant world filled with hope. Game tropes like killing 100 enemies/bosses with the main character ending up being a hero, kissed by a "princess", are the unrealistic stories (to Yoko Taro).
"Humans are smeared by their own desires, never able to run away from competition or enmities", this notion apply in many games (especially fun and popular ones).
There are a lot of wars happening right now. Competition and rivalry becomes part of a world view to the audience. Rivalry becomes about creating winners and losers. Games that depict this, I feel, can connect with others. Games are essentially parallel to the real world.
Q: How did NieR:Automata come to life?
A: [Platinum Games is the Genesis of it]
1) Platinum Games approaches Square Enix first
2) Square Enix sounds out NieR's production (Yosuke Saito, Executive Producer pitches to do another NieR game)
3) Square Enix approaches Yoko Taro. Rights of NieR is with S.E... (jokingly), I think S.E. took pity of me and gave me an opportunity for a poor to earn money (yet again)
4) Yoko Taro tries to understand and imagine in the direction and expectations of Platinum Games (since the best of developers are there)
5) Yoko Taro analyzes between Sci-Fi or Battle Adventure sort of themes. He thought perhaps Fantasy is a good pitch to Platinum
6) Yoko found out that Platinum developers actually respect the themes of the previous NieR IPs (to not change it too much)
7) Yoko always misunderstood that Hideki Kamiya was the centre of the whole company. (jokingly, he thought the company was like the Mad Max game)
8) He also realizes that Platinum is not an office with top-down hierarchy, they even take opinions and suggestions from newbies in the office
9) The RPG element is revived as Platinum wants to maintain the consistent RPG factor from past NieR titles: Gestalt and Replicant
Q: What sort of trial & error does Yoko Taro use during game writing?
A: [IMAGINE] is the core
This is by no means a short answer, I think some creators may not truly understand imagination. To me, it's something near to making something interesting out of something that no one would commonly think it's interesting.
There is also [You]. Who you are is critical to your imagination.
1) You are the center of your own world
2) To express yourself is to control what others think of you
3) Throwing a rock to someone's heart will ripple your environment
4) Ripples created actually differ from person to person based on perspectives
5) However, people hope to connect by sharing similar perspectives
[No matter how interesting an idea can be, always doubt it]
(Shows kitten picture)
- Without captions, this mostly look cute to people, even though not everyone
- With "This kitten is abandoned and abused" captions, people have the power to immediately change their perspectives when they are given different labels
It is important to analyze why people would have initial perspectives and then change their minds later from other factors.
[If you are seeking for uniqueness, you need to know the standards]
It is also good to understand that a creator can not have control to how everyone feel with just 1 story. It is important to know the customers you are servicing to. Are they a massive crowd or a niche audience?
Creators often insist on purely doing what they want but market research ends up being the most important as it depicts common connections of different perspectives. It is never about how you understand your own story.

Selasa, 04 Juli 2017

Persona adalah Simulasi Kehidupan yang Tak Akan Kita Miliki, tapi Bisa Kita Pelajari

Game dengan genre Role-Playing Game (RPG) bisa dibilang merupakan salah satu genre paling populer di dunia, baik untuk platform mobile, PC, ataupun console. Variasi dari game bergenre ini pun sangat banyak, mulai dari cara bermain yang berbeda-beda, sampai ke latar belakang yang bergitu berbeda antara satu dengan lainnya. Di antara seluruh perbedaan yang diusung genre ini, ada satu seri game yang ingin saya bahas dengan fokus lebih karena keunikan yang dimilikinya. Seri yang saya maksud adalah seri Persona dari Atlus.
Persona merupakan bagian dari seri Shin Megami Tensei, seri yang populer akan tema yang cukup gelap dan gameplay mengumpulkan makhluk-makhluk mitos untuk dijadikan avatarmu ketika bertarung. Meskipun begitu, Persona cukup berbeda karena seri ini menyajikan tema yang lebih kasual dan ceria, dalam wujud kehidupan anak SMA, sambil di saat bersamaan tetap mempertahankan kegelapannya.
Di tulisan ini saya tidak akan membahas soal bagian eksplorasi dan pertarungan yang ada di Persona, tapi akan fokus ke unsur simulasi kehidupan yang disajikannya. Serta mengapa Persona bisa menjadi pelarian yang baik dari kehidupan yang membosankan, atau menjadi tempat yang baik untuk belajar beberapa hal tentang kehidupan.

Sekolah kehidupan

Rasanya tidak berlebihan kalau saya bilang bahwa kehidupan sekolah merupakan masa-masa paling membahagiakan sekaligus membosankan bagi banyak orang, dan tim developer Persona cukup tahu hal tersebut untuk hanya fokus ke bagian paling menyenangkan saja dari sekolah. Kamu bisa jalan-jalan tanpa tujuan keliling sekolah, mengobrol atau bermain dengan teman, ikut aktivitas klub, pacaran, dan sebagainya. Bagian paling membosankan dari sekolah, yaitu belajar, disampaikan melalui sesi-sesi yang disajikan sebagai kuis-kuis pendek instan.
Kesimpelan bagian sekolah di Persona merupakan kelebihan yang luar biasa, karena hanya dengan pertanyaan-pertanyaan singkat yang begitu mudah dicari kunci jawabannya di Google saja kamu sudah bisa menerima status sebagai murid terpandai di sekolah. Sesuatu yang disampaikan melalui teks dan adegan sangat singkat, tapi cukup memberikan impak untuk orang tertentu. Terdengar menyedihkan memang, tapi ya … begitulah hidup.
Sebagai pelarian, Persona juga menyajikan kehidupan SMA di Jepang yang bagi pemain di luar Jepang, merupakan sesuatu yang biasanya hanya bisa dilihat dari media lain. Persona mampu menyajikan pengalaman sekolah di Jepang dengan cukup menarik, walaupun tidak bisa dibandingkan seratus persen dengan sekolah di Jepang sungguhan … karena sekolah di Persona jauh lebih keren dari sekolah mana pun yang bisa kamu kunjungi.

Waifu, waifu, dan waifu

Waifu merupakan sebuah kultur yang bagi banyak orang terkesan menyedihkan, tapi merupakan oasis kehidupan bagi banyak orang lainnya. Saya pribadi bukan penggemar kultur waifu, dan sebelum mengenal Persona saya tidak terlalu minat dengan hal ini. Tapi begitu saya memainkan Persona, dunia baru rasanya seperti terbuka begitu saja.
Layaknya konsep waifu di media lain, Persona menyajikan penampilan fisik menarik untuk wanita-wanita yang bisa dipilih pemainnya. Setiap wanita juga mengikuti berbagai trope umum untuk penampilan fisik serta karakteristik mereka. Sampai sini semuanya mungkin masih terdengar sama dengan berbagai waifu yang bisa ditemukan di produk lain, tapi ketika kita mulai membahas eksekusi, Persona melakukannya dengan begitu luar biasa.
Setiap karakter didesain dengan begitu mendetail dan mempunyai alasan yang baik untuk mendukung pembangunan karakter. Tapi, hal paling penting dari setiap karakter Persona, tidak terbatas ke para waifu saja, adalah kualitas penulisan yang dimilikinya. Tiap karakter ditulis dengan begitu baik dan terasa realistis. Jika cerita fantasi dan fiksi klasik rata-rata fokus ke karakter yang sempurna nyaris tanpa kekurangan, dan fantasi modern mulai menunjukkan karakter dengan kekurangannya masing-masing, maka Persona justru tidak ragu-ragu untuk menjadikan kekurangan tiap karakter sebagai pembahasan utama.
Persona membuat kegiatan mencari waifu tidak hanya urusan nafsu dan perasaan yang lebih rendah dari cinta monyet…
Bahkan di Persona 4 dan Persona 5, dunia fantasi yang bisa dijelajahi pemain merupakan inkarnasi dari hasrat tokoh yang bersangkutan. Penggambaran hasrat menjadi wujud tempat atau monster ini juga dieksekusi dengan begitu baik, sehingga menyelesaikan tiap masalah para karakter menjadi terasa begitu spesial dan literal. Terkhusus untuk para waifu, melalui cara ini Persona membuat pemain bisa merasakan proses pedekateyang biasa dilakukan di kehidupan nyata jadi sebuah petualangan ke dunia yang fucked-up fantastis dan menarik dijelajahi, lengkap dengan perwujudan nafsu dan sifat manusia menjadi musuh yang begitu memuaskan untuk dibasmi.
Persona membuat kegiatan mencari waifu tidak hanya urusan nafsu dan perasaan yang lebih rendah dari cinta monyet, namun membuatnya menjadi sebuah interaksi yang mungkin bisa mengajarkan pemainnya satu, dua, atau bahkan banyak hal tentang kehidupan.

Dua dunia

Persona juga mengajarkan saya sebuah hal yang sangat penting tentang hidup, yaitu mengenai pentingnya punya kehidupan di luar rutinitas biasa. Di tiap seri Persona kamu harus bisa membagi waktu antara meningkatkan kemampuan sosial personal, menjalin hubungan dengan NPC lain, bekerja sambilan, dan tentu saja menjadi pahlawan penyelamat dunia yang tidak dikenal.
Dulu, saya termasuk orang yang tidak memiliki banyak kehidupan. Hal yang saya lakukan hanyalah bekerja, bahkan di akhir pekan pun saya memilih untuk mengerjakan pekerjaan atau tugas, hanya di tempat yang berbeda dari biasanya saja. Memang saya cukup menikmati pekerjaan saya, tapi tentu saja terasa ada yang kurang ketika hidupmu berkutat di situ-situ saja.
Secara tidak langsung Persona memotivasi saya untuk mencoba keluar dari zona nyaman, belajar hal baru di luar rutinitas, dan menjadi cukup spontan dalam beraktivitas meskipun waktu merupakan aset berharga yang sangat terbatas. Sesuatu yang saya coba mulai dengan membuat situs ini dan belajar kemampuan dasar lain yang semoga saja bisa berguna ke depannya.

Sebenarnya masih banyak hal yang bisa dipelajari dari Persona, mulai dari urusan pengaturan strategi, contoh-contoh desain game terbaik yang ada di pasaran, serta macam-macam hal menarik tentang manusia sebagai makhluk sosial. Banyak juga aspek lain Persona yang sempurna untuk membuatnya menjadi pelarian kehidupan sehari-hari sementara namun memiliki kesan yang bertahan cukup lama. Sayangnya waktu bermain yang lama dan gaya permainan yang membutuhkan komitmen besar membuat saya cukup sulit untuk merekomendasikan seri Persona ke semua orang. Tapi kalau kamu rela berkomitmen di atas tujuh puluh jam untuk mencoba game ini, maka bersiaplah untuk disajikan dengan salah satu pengalaman fiksi terbaik yang ada di abad 21.

Sabtu, 27 Mei 2017

Pentingnya Kelemahan Protagonis dalam Kisah Fiksi, Persamaan antara Phoenix Wright dan Breaking Bad


Apa persamaan antara Breaking Bad dan Phoenix Wright? Jika dihadapkan dengan pertanyaan tersebut, mungkin kebanyakan orang akan bingung mencari jawabannya. Tidak banyak memang persamaan antara kedua seri ini, selain keduanya merupakan kisah fiksi, tapi belum lama ini saya menemukan sebuah persamaan yang begitu menarik di keduanya. Sesuatu yang implisit, namun sebenarnya sangat penting untuk lebih sering diterapkan di kisah fiksi.
Persamaan yang saya maksud adalah soal memanusiakan karakter.
Pada umumnya, kisah fiksi menyajikan kita dengan tokoh yang tampak terlalu sempurna, atau sekalipun memiliki kekurangan, kekurangan tersebut disampaikan dengan terlalu klise.
Saya coba ambil contoh dari Naruto, meskipun kita disajikan dengan perjalanan Naruto dari bocah lemah menjadi salah satu ninja terkuat di dunia, tetap saja konflik internal yang dihadapi Naruto terasa terlalu standar. Meskipun kita tahu bahwa Naruto memiliki banyak kekurangan, kita bisa sangat yakin kalau ia akan mampu menghadapinya, walaupun kadang solusi tersebut hadir dalam wujud yang agak mendekati konsep Deus ex Machina.
Selain itu, tokoh seperti Naruto, terutama di separuh awal seri ini, digambarkan sebagai karakter yang dianggap remeh oleh sekitarnya. Hal ini membuat pembaca yang tahu kalau Naruto punya potensi lebih daripada yang dilihat karakter lain tidak akan merasa begitu spesial ketika Naruto mampu mematahkan ekspektasi orang-orang sekitarnya. Pendapat ini memang sangat subjektif, tapi kepuasan dari karakter yang mematahkan ekspektasi dengan cara tersebut bisa dibilang sudah terlalu klise di berbagai kisah fiksi dari medium mana pun.
Lalu apa yang membedakan Phoenix Wright atau Breaking Bad dengan klise-klise yang sudah terlalu sering kita nikmati? Seperti yang saya sebut di atas, keduanya sukses memanusiakan karakter yang ada, dan hal itu dilakukan melalui penyajian cerita dari sudut pandang orang pertama di beberapa bagian cerita.
Baik Phoenix Wright (Nick) atau Walter White dipandang sebagai karakter yang hebat oleh karakter lain. Orang menganggap Nick sebagai seorang pengacara handal, sedangkan di Breaking Bad banyak tokoh menganggap Walter White sebagai bos kriminal yang menyeramkan.
Meskipun begitu tidak jarang kita disajikan dengan monolog atau akting yang menunjukkan kelemahan mereka. Sebelum kita disajikan dengan aksi unik dua protagonis tersebut untuk mengalahkan lawan mereka, kita ditunjukkan kekhawatiran mereka sebelum menjalankan rencana, dan hal tersebut membuat keduanya terasa begitu manusiawi.
Karakter lain tidak melihat Walter White ketika ia panik soal bahaya yang mengancamnya, karakter lain juga tidak bisa membaca pikiran Nick yang ngalor-ngidul sebelum meneriakkan “Objection!” dan mengubah alur persidangan dengan drastis. Tapi kita sebagai penonton disajikan hal tersebut, dan itu membuat kedua karakter menjadi begitu bisa dimengerti.
Tentunya Breaking Bad menyampaikan konsep ini dengan jauh lebih baik, karena Phoenix Wright adalah game dan kesuksesan dari karakter adalah hasil akhir yang memang mudah diduga akan terjadi. Tapi bisa melihat lebih banyak game yang menunjukkan kelemahan dan isi hati karakter dengan begitu jujur jelas merupakan sesuatu yang sangat saya inginkan.
Apakah kamu tahu cerita fiksi lainnya yang menunjukkan kelemahan karakter dengan begitu jujur? Kalau ada, coba sampaikan di kolom komentar.

Bagaimana Video Game Mampu Mengubah Plot Membosankan Menjadi Suatu Pengalaman

Menulis cerita itu susah. Saya punya tumpukan cerita setengah jadi berserak di buku-buku catatan dan terlupakan di kedalaman hard drive. Beberapa dari mereka hanya mencapai satu adegan, atau beberapa karakter dan latar. Hampir tidak ada yang memiliki satu cerita utuh dengan awal, klimaks, serta akhir yang menarik, dan ketika saya mencoba membuatnya—entah dengan memberi karakter-karakter tersebut tujuan, misteri untuk dipecahkan, atau dunia untuk dieksplorasi—hasilnya hanya seperti merenggangkan karet saja: tanpa isi.
Cerita yang baik tidak hanya bisa berdiri dengan konsep dan tokohnya saja. Ia membutuhkan isi dan alur cerita. Ketika menikmati cerita dengan plot yang kompleks, atau setidaknya terangkai dengan apik, kamu akan banyak menebak-nebak dan akan selalu tertarik untuk mengetahui apa yang terjadi selanjutnya.
Atau setidaknya, begitu kasusnya untuk cerita yang noninteraktif, seperti dalam novel atau film. Game merupakan media unik yang memiliki intrik-intriknya sendiri dalam bercerita.
Saya baru-baru ini mencoba The Lion’s Songgame petualangan naratif episodik karya Mipumi Games. Setiap episode memiliki cerita yang berdiri sendiri dan memfitur karakter yang berbeda-beda. Saya baru mencoba Episode 1, yang tersedia gratis. Kisah di dalamnya pendek, apik, menawan, dan saya sendiri sangat menyukainya, tetapi jika dilihat lagi, plot dalam kisah ini sebenarnya bisa disebut lemah.

SPOILER UNTUK THE LION’S SONG EPISODE PERTAMA DIMULAI DARI SINI
Episode 1 diberi judul Silence, Kesunyian. Episode ini bercerita tentang Wilma, seorang komponis dan pemain biola, yang sedang kesulitan menyelesaikan komposisinya. Ia merasa stres karena tenggat waktu yang mendekat, dan tertekan karena musiknya akan dimainkan di sebuah konser besar. Selain itu, ia juga jatuh cinta dengan dosennya, seorang pria yang buta sama sekali terhadap perasaannya.
Dosennya menyarankan agar Wilma menginap di kabinnya yang berada di pegunungan, jauh dari hiruk-pikuk kota Wina tempat mereka tinggal. Wilma berharap kesunyian pegunungan bisa membuat pikirannya berjalan lagi, tetapi ketika ia pergi ke sana, ia malah menemukan badai, hujan, dan petir. Hari-hari selanjutnya ia jalankan terperangkap di dalam kabin, melawan rasa takut dan gelisahnya, dan menulis komposisinnya.
Di kabin ia akan menerima telepon dari Leos, dari Bohemia. Leos sedang mencoba telepon jarak jauh untuk pertama kalinya. Tujuan utamanya adalah menelepon keponakannya di Wina, tetapi ketika teleponnya malah tersasar ke Wilma, ia juga dengan senang hati mengobrol dan berteman dengannya.
Pada akhirnya, Wilma menyelesaikan komposisinya, dengan sukses menjalankan konsernya, lalu tamat. Itu saja ceritanya.
SPOILER BERAKHIR DI SINI

Jika dirangkai dengan cara yang salah, ini akan jadi kisah yang sangat membosankan. Wilma mencapai tujuannya tanpa banyak masalah. Telepon dari Leos tidak berpengaruh terhadap cerita keseluruhan. Dosen Wilma tidak lebih dari seorang figuran untuk dipikirkan oleh Wilma.
Tetapi ketika memainkannya, episode pertama dari The Lion’s Song tidak terasa membosankan. Dilihat dari plotnya saja, tamatnya terkesan tidak memuaskan, tetapi ketika mencapainya saya malah tersenyum. Dengan bantuan visual, suara, dan interaktivitas, The Lion’s Song membuat plot yang sederhana menjadi suatu pengalaman yang berarti.

Mencari keheningan, menemukan inspirasi

Wilma merupakan seorang komponis, seorang pembuat musik, jadi mungkin terkesan aneh jika sebagaian besar game ini tidak menggunakan musik latar. Kebanyakan adegan lebih mengandalkan suara ambien, seperti tiupan angin dan deritan atap dan percik-percik hujan. Terkadang, suara-suara ini juga digunakan untuk melambangkan kegelisahan Wilma. Saat ia takut atau tertekan, jantungnya berdetak kencang, angin tidak lagi meniup tetapi memekik, dan deritan di jendela seperti memekakkan telinga.

Wilma membutuhkan keheningan untuk bisa berkonsentrasi dengan komposisinya. Salah satu bagian game ini yang paling saya ingat adalah ketika ia berusaha memblokir kebisingan itu dari pikirannya. Pemain harus mencari sumber-sumber suara ini. Setelah ditemukan, suara berisik itu akan makin mengecil dan lalu digantikan dengan melodi-melodi pendek, seperti melambangkan bagaimana Wilma bisa menenangkan dirinya. Dari ketenangan, ia menemukan inspirasi.
Efek-efek suara ini mungkin terkesan remeh, tetapi dalam permainan, mereka membentuk suatu pengalaman. Ada perasaan hangat dari membantu Wilma menemukan ketenteraman di dunianya. Ketenteramannya tidak diberi tahu langsung, tetapi ditampilkan secara implisit dari dinamika suara.
Selain dengan memblokir kebisingan, Wilma juga bisa mendapat inspirasi dari benda-benda di sekelilingnya. Pemain yang mengerti model game adventure pasti sudah terbiasa mengeklik semua benda di ruangan; di sini benda-benda itu bisa juga memberi inspirasi.
Inspirasi itu bisa jadi didapat dari kalimat dalam buku, rintik-rintik hujan di luar, atau perasaan dalam hati. Setiap kali ditemukan, akan terdengar melodi-melodi pendek lagi, bagian-bagian kecil dari musik yang bisa Wilma buat. Penemuan ini seperti penemuan inspirasi di dunia nyata: tidak terencana, dari hal-hal kecil yang tadinya tidak dianggap.

Distraksi yang bersahabat

Hampir semua ringkasan dan review tentang episode pertama pasti menyebut-nyebut Leos, teman Wilma yang berkenalan dengannya lewat telepon. Tidak heran: Leos mungkin satu-satunya “kejadian”, dalam episode perdana ini.
Jika dilihat dari plot saja, percakapan lewat telepon dengan Leos ini merupakan tambahan yang lemah. Obrolan mereka seperti hanya ditempel begitu saja; tidak ada pengaruhnya ke bagian lain cerita, bahkan tidak mengubah pendapat Wilma tentang apa pun.

Tetapi dalam permainan, perkenalan dengan Leos merupakan distraksi yang sempurna terhadap kemonotonan hujan badai di luar dan kegelisahan Wilma di dalam. Wilma mungkin tidak banyak terpengaruh karena adanya Leos, tetapi pemain akan mengingatnya dan memikirkannya. Leos merupakan tipe yang mudah diajak bicara, tipe yang dengan senang hati bercerita tentang kehidupannya. Ia seperti ada bukan hanya sebagai teman Wilma, tetapi juga teman pemain.

Akhir tidak memuaskan yang memuaskan

Episode 1 dari The Lion’s Song memiliki akhir yang tidak memuaskan, jika dilihat dari alur ceritanya. Wilma berhasil menulis komposisinya, dan ia berhasil memainkannya di konser, di depan penonton yang bertepuk tangan. Tidak ada kesulitan, tidak ada pesan dari si dosen, tidak ada sebut-sebutan untuk si teman yang menelepon dari Bohemia. Itu saja. Selesai.
Akhir seperti ini akan sangat antiklimaks untuk media noninteraktif, tetapi dalam game, ia memiliki arti yang berbeda. Wilma bisa ada di sini berkat bantuanmu. Developer game ini juga pernah menyebutkan bahwa musik yang dimainkan di adegan akhir itu memiliki lapisan-lapisan yang dimainkannya tergantung jumlah inspirasi yang ditemukan pemain. Penutup yang disajikan bukan hanya menjadi akhir cerita, tetapi juga klimaks dari usahamu.


Plot tidak harus menjadi segala-galanya dari suatu cerita, seperti yang dibuktikan oleh The Lion’s Song. Episode pertamanya memberi kisah yang pendek dan manis, dengan plot sederhana yang dijahit apik bersama interaktivitas. Saya bahkan bisa menyebut ini bukan hanya kisah, atau game yang berkisah, tetapi suatu pengalaman. Sesuatu yang hanya bisa didapat dari suatu game, tidak dari media lain seperti cerpen atau film.
Tentu saja, ini bukan berarti plot tidak penting untuk cerita suatu game. Ada banyak game yang menjadi lebih kuat karena plot ceritanya yang berkelok-kelok atau penuh kejutan. Tetapi game memiliki kemampuannya sendiri untuk mengasah suatu cerita. Ia bisa menggunakan suara, visual, penulisan, dan interaktivitas. Ketika semuanya dibuat menyatu dengan baik, kisah paling membosankan pun bisa menjadi sesuatu yang sangat berarti.

Rabu, 14 Desember 2016

Belajar dari flappy bird


Popularitas Flappy Bird memang sudah lama tenggelam dan game-nya pun sudah lama ditarik dari peredaran oleh sang developernya, namun saya harap itu tidak membuat kita tidak mau belajar darinya dan kita tidak bisa mengambil manfaat darinya. Walau bagaimana pun Flappy Bird adalah sebuah game yang sempat fenomenal dan layak untuk kita mengambil pelajaran darinya.

Saya rasa hampir seluruh penduduk bumi saat ini tahu apa itu Flappy Bird. Sebuah game dengan burung gendut yang punya mata besar, bibir lebar dan setengah mati berusaha terbang menghindari pipa untuk bertahan hidup. Game yang membuat orang yang memainkannya kesal. Bahkan mungkin ada orang yang saking kesalnya sampe-sampe melempar atau merusak smartphonenya. Ya, begitu menggemaskannya dan menyebalkannya game itu.

Flappy Bird dibuat oleh Dong Nguyen, seorang developer game berasal dari Vietnam. Flappy Bird dibuat hanya oleh Dong Nguyen sendiri. Saya ulangi, Flappy Bird dibuat hanya oleh Dong Nguyen sendiri. Ya, sendiri. Game ini bahkan hanya dibuat olehnya hanya dalam waktu tidak lebih dari 3 hari saja dan itu pun sambil dia bekerja.

Apakah Dong Nguyen sangat hebat sehingga bisa membuat game Flappy Bird hanya dalam waktu 3 hari saja? Tidak juga, saya rasa banyak orang yang bisa membuatnya dengan lebih cepat. Ada seseorang yang mampu membuat game semisal Flappy Bird yang diberi nama Flappy Nyan hanya dalam waktu 2 hari saja, dan itu pun dengan sangat santai. Bahkan mereka membuat tutorial cara membuatnya.

Game Flappy Bird memang sangat sederhana, dengan teknologi yang sederhana pula, tapi kita semua tahu bahwa efeknya tidak sederhana. Lihatlah betapa cepatnya game ini mewabah keseluruh dunia, jauh lebih cepat dari pada Virus Ebola. Dan ini tentunya membuat banyak developer game di seluruh dunia frustasi. Bagaimana tidak, banyak developer game yang merancang game dengan sedemikian canggihnya, bahkan penggarapannya butuh waktu bertahun-tahun dan dikembangkan oleh puluhan orang-orang hebat, namun tidak bisa lebih fenomenal dari Flappy Bird, game sederhana dengan tampilan cupu yang hanya didevelop oleh seorang developer dan dalam waktu 3 hari saja.

Yang saya lihat sebagai seorang programmer dari fenomena Flappy Bird ini adalah bahwa teknologi dan tampilan suatu produk itu terkadang bukan hal yang utama, yang sederhana sekali pun jika itu sesuai dengan kebutuhan dan tepat guna bagi pengguna maka itu akan sukses. Flappy Bird tahu bagaimana cara agar sebuah game menjadi dibutuhkan, menarik dan memiliki sifat adiktif yang membuat orang mau memainkannya berkali-kali bahkan walaupun mereka dibuatnya kesal oleh game tersebut. Flappy Bird sukses bukan karena dibangun dengan teknologi canggih, dengan algoritma-algoritma rumit, game itu bahkan hanya dibuat sederhana dan hanya butuh waktu 3 hari untuk menyelesaikannya. Bukan juga karena tampilannya bagus. Lihatlah aktor utama di Flappy Bird bahkan tidak jelas apakah itu seperti burung ataukah ikan. Mungkin jika bukan karena judulnya adalah Flappy Bird yang mengandung istilah bird yang artinya burung, saya mungkin akan menganggap itu sebagai ikan. Terlebih lagi kalau memainkan game Flappy Bird rasanya saya kembali lagi kezaman Nintendo dan Mario Bross.


Flappy bird memang merupakan sebuah game, tapi apa yang kita bisa pelajari dari situ tidak hanya sebatas untuk game development. Kita bisa belajar darinya untuk semua produk kita. Bahwa point penting dari sebuah produk yang kita bangun bukanlah dilihat dari betapa canggih aplikasi itu dibuat, dengan framework yang super keren, atau teknologi yang wow. Bukan itu! Bukan juga dari tampilan yang memukau, penuh dengan animasi yang WAH. Point utama ketika kita membangun sebuah produk adalah tahu kebutuhan pengguna dan apa yang menarik buat mereka. Teknologi yang canggih tentu nilai tambah, tampilan yang bagus tentu suatu hal yang bagus, tapi memenuhi kebutuhan pengguna itu yang lebih utama. 

Saya ingat pesan Leontinus Alpha Edison, Co-founder Tokopedia, bahwa ketika kita membangun sebuah produk kita harus benar-benar menurunkan ego kita, karena walau bagaimana pun teknologi tetaplah nomor dua setelah produk itu sendiri. Karena kita seorang programmer atau developer, sering kali kita ingin aplikasi yang kita buat sangat canggih, dengan teknologi terbaru, framework yang sedang trend dengan tampilan yang wow, penuh animasi. Kita sering memaksakan untuk melihat semuanya dari sisi tekhnis. Kita ingin terlihat keren karena menerapkan teknologi yang canggih, yang akhirnya waktu development menjadi molor, padahal mungkin itu bukanlah point utama dari aplikasi kita, mungkin itu hanyalah kosmetikal belaka yang kalaupun tanpanya dunia masih tetap damai dan aplikasi masih berjalan lancar dan tepat guna. Ego kita kadang membuat kita sering salah memasang prioritas. Jika untuk belajar sih nggak masalah, tapi jika kita sudah terjun ke produksi dan ingin produk kita digunakan oleh orang lain, maka yang harus kita tekankan adalah nilai manfaat dan memenuhi kebutuhan pengguna. Dengan teknologi yang sederhana sekalipun jika bermanfaat dan tepat guna, itu tidak masalah. Dari pada kita membangun aplikasi yang super keren dan canggih tapi malah nggak ada yang menggunakan dan tidak menyelesaikan masalah. Sekali lagi, membuat karya kita tampak canggih dan memukau itu adalah nilai tambah dan itu sangat baik bagi karya kita, namun itu bukanlah prioritas utama, fokuslah terlebih dahulu pada membangun manfaat dengan apa yang dibutuhkan oleh pengguna.

Sebagai penutup, mungkin satu quote dari Linus Torvalds bisa menjadi nasihat yang baik buat kita untuk melengkapi apa yang kita pelajari dari Flappy Bird. Linus Torvalds pernah berkata "Any program is only as good as it is useful", program yang baik itu yang digunakan dan tepat guna. 

semoga ilmu ini bermanfaat

Jumat, 18 Maret 2016

Membuat Game Pertamamu

 
Sebagian besar gamer seperti aku dan kamu pasti sering bermain game yang bagus, membuat kita puas, senang, nostalgia, dan berbagai macam perasaan lainnya. Dan di suatu titik kita pasti pernah berpikir ingin membuat game yang serupa tapi lebih bagus dengan penambahan ini itu, penggabungan fitur ini itu bahkan digabung dengan fitur dari game lain dengan berbagai ekspektasi game impian yang luar biasa. Dari sana kita pasti mulai mencari bagaimana cara membuat game, mencari game engine yang ada, mengopreknya, mencobanya, mulai membuat gamenya, dan di tengah jalan kita tinggalkan begitu saja hanya karena frustasi dengan banyaknya eror dan masalah baik dari segi pembuatan game dan kehidupan kita. Padahal sayang sekali game yang telah dibuat susah payah, dengan sepenuh hati dan tulus dikerjakan, ditinggal begitu saja di tengah jalan.

Ketahuilah masalah utama yang dihadapi oleh game developer pemula adalah
SCOPE (jangkauan)
apakah tim yang kamu punya cukup solid untuk mengerjakan game impian? baik kerja sama, komunikasi, skill, waktu, dan banyak faktor lainnya untuk mengerjakan sebuah game impian, apakah semuanya sudah dimiliki?

game game dengan rating AAA seperti Final Fantasy, Call of Duty, Devil May Cry,  dikerjakan oleh ratusan, bahkan ribuan orang dengan job masing-masing yang saling melengkapi. Dan game tersebut bahkan dikerjakan selama beberapa tahun
Jika kamu hanya memiliki tim minimalis dan tetap optimis dengan apa yang kamu punya saat baru memulai, bisa saja kamu akan menghabiskan seumur hidupmu hanya untuk membuat 1 game impian itu tadi, tapi hasil yang kamu dapatkan tetap saja tidak akan sama dengan game AAA yang kamu jadikan referensi untuk membuat game impian bahkan mungkin tidak mendekati sama sekali. Realitanya, game pertamamu bahkan mungkin tidak bisa setara dengan Super Mario Bros pada konsol NES dengan semua level dan balancingnya

Goal atau tujuan akhir pada game pertamamu seharusnya adalah menyelesaikan game yang kamu buat. Meskipun game tersebut hanya memiliki 1 level, dengan balancing, animasi, sprite seadanya tapi jadikanlah itu sebuah game yang utuh. Pikirkanlah game pertama dan game game buatan awalmu adalah sebagai latihan untuk membuat game yang lebih bagus dan semakin mendekati game impianmu, bukan sebagai game pamungkas yang langsung jadi best game buatanmu. Kalau kamu memulai game pertama dengan project yang besar, kamu akan bingung harus dimulai darimana karena belum pernah melakukan ini sebelumnya. Mungkin kamu akan mencoba mengerjakan sedikit demi sedikit namun setelah melakukan progress dan melihat tujuan akhir game impianmu, kamu akan merasa tidak ada progress yang berarti dan itu bisa membuatmu sangat frustasi. Maka dari itu buatlah game pertamamu sesimple mungkin, sesederhana mungkin.


Mungkin game pertamamu nantinya hanya akan menjadi sebuah game dengan 1 level, dengan genre platformer yang memiliki collision (tabrakan) yang kacau, tapi banggalah, karena kamu telah menyelesaikan game pertamamu. Setelahnya coba ajak temanmu untuk memainkan game buatanmu tersebut. Apabila mereka bingung dengan game buatanmu, jangan patah semangat karena kamu tahu lebih banyak tentang bagaimana membuat game karena sebenarnya tidak mudah, dan yang paling penting kamu bisa membuat sesuatu yang lebih bagus dan lebih cepat pada game selanjutnya. Tidak lama setelahnya pasti akan ada fans atau orang orang yang bertanya game apa yang sedang kamu buat dan mereka tidak sabar untuk memainkannya.

kemudian masalah kedua yang biasanya dihadapi oleh game developer pemula adalah
Keterikatan Ide
 Yang satu ini memang kedengarannya aneh, tapi, jangan buat game pertamamu dengan ide yang sangat spesifik. Tapi mulailah game pertamamu dengan apa yang bisa kamu buat dan desainlah game mu dalam lingkaran itu. Jangan sampai dengan ide yang terlalu spesifik itu akan membuatmu cukup frustasi karena skill yang kamu punya belum cukup untuk membuat game dengan ide yang cukup spesifik itu tadi. Mulailah dengan mencari ide yang sederhana dan umum, carilah tutorialnya di internet, dan mulailah membuat game yang kamu cukup yakin bisa mengerjakan dan menyelesaikannya. Boleh saja apabila kamu masih bingung pada beberapa bagian, tapi pastikan bagian tersebut bisa kamu atasi nanti baik dengan mengakalinya atau bertanya pada ahlinya atau mungkin mencari tutorial yang mampu menjelaskan lebih baik dan lebih lengkap. Game engine yang cukup populer seperti Unity, Construct2, Game Maker, dan sebagainya memiliki pengguna yang sangat banyak dan mereka mau untuk berbagi ilmunya menggunakan game engine tersebut. Temukan mereka,lihat mereka, pelajari mereka. Dan janganlah takut untuk melakukan coding.


Kebanyakan orang takut untuk melakukan coding, tapi jika kamu bisa mendesain gamemu dengan benar, kamu akan kaget betapa sedikitnya coding yang diperlukan untuk membuat gamemu. Dan mungkin kamu bisa merasakan betapa asiknya coding untuk game (maklum, penulis sendiri perannya programmer di gamedev).

Sekali lagi, untuk game pertama buatanmu, mulailah dari yang kecil dan sederhana. Kamu akan banyak belajar di sela sela pembuatan game sederhana di awal awal karir game development. Mulailah dari apa yang kamu bisa dan tingkatkan skill di area itu. Jika kamu adalah Artist (orang yang membuat aset untuk game) dan tidak bisa coding dengan baik maka poleslah game buatanmu dengan grafis yang bagus meskipun coding yang kamu lakukan sangat minimalis, apabila kamu adalah programmer yang tidak bisa menggambar jangan takut, karena diluar sana banyak game yang disebut dengan game yang memiliki dengan grafis minimal seperti contoh dibawah ini.


Kemudian apabila ada art, atau coding yang tidak bisa diakali atau dibuat sendiri bahkan dengan meminta bantuan para ahli jangan khawatir, pergilah ke asset store. Asset Store menyediakan asset untuk game dimulai dari art (karakter, background, animasi, dll), sound, script / plugin, dan masih banyak lagi. Beberapa Asset Store yang bisa ditemukan

Hal terakhir yang perlu ditanamkan pada semua game developer adalah
NEVER GIVE UP
Kehidupan kita pasti memiliki banyak masalah dan kendala dan itu wajar saja. Kebanyakan orang memulai karirnya sambil mengerjakan pekerjaan lain dalam hidupnya untuk bertahan hidup atau  pelajar yang masih melakukan tugasnya untuk belajar di sekolah. Mungkin pada satu waktu akan terjadi saat dimana kamu akan meninggalkan pembuatan gamemu selama berhari hari atau bahkan berminggu minggu sebelum kembali mengerjakan kembali gamemu, memang akan menjadi sebuah perjuangan besar di awal awal. Aku tidak punya kata kata yang dapat memotivasi untuk bagian ini tapi yang bisa aku katakan adalah semua hal yang baik memiliki progres dan perjuangan yang cukup berat, jadi percayailah perjuangan yang kamu lakukan tidak akan sia sia. Seiring berjalannya waktu dimana nanti kamu memiliki skill yang mumpuni untuk membuat game yang bagus dan cepat, maka kamu bisa fokus untuk mengerjakan game dan menjadi satu satunya pekerjaan dimana kamu mencari uang. Tetap Semangat!!


Materi ini terinspirasi dengan sedikit modifikasi dari video berikut:


Semoga ilmu ini bermanfaat